KontanKontan

Ini Jawara Pertumbuhan Pendapatan dan Laba Bersih Emiten Indeks LQ45

Sebagian besar emiten penghuni Indeks LQ45 telah merilis kinerja keuangan periode kuartal I-2024. Dalam catatan Kontan, hanya ada tujuh emiten yang belum merilis laporan kinerja karena masih dalam proses audit.

Artinya, sudah ada 38 emiten konstituen LQ45 yang sudah menyampaikan kinerja keuangannya. Hasilnya, ada 22 emiten yang mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan.

Adapun PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menjadi emiten dengan pertumbuhan pendapatan paling tinggi. Pendapatan GOTO berhasil melonjak 22,4% secara tahunan atau Year on Year (YoY) menjadi Rp 2,07 triliun.

Baca Juga: Kinerja Tumbuh Positif, Bank Syariah Indonesia (BRIS) Bukukan Laba Rp 1,71 Triliun

Menyusul ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) danPT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) yang pendapatannya masing-masing tumbuh sebesar 17,85%, 17,77% dan 17,05%.

Sementara itu, dari sisi bottom line hanya ada 19 emiten yang berhasil mencetak pertumbuhan laba. Lonjakan laba tertinggi diraih oleh PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) sebesar 227,96% YoY.

Emiten yang terafiliasi dengan Garibaldi "Boy" Thohir ini mengantongi pendapatan sebesar US$ 10,21 juta di kuartal I-2024. Dibandingkan periode sebelumnya di 2023, laba bersih ESSA hanya mencapai US$ 3,11 juta.

Pertumbuhan laba bersih hingga triple digit alias tiga digit juga diraih oleh PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) yang masing-masing melesat 195,05% dan 168,34%.

BBRI

Baca Juga: Pendapatan Indosat (ISAT) Naik 15,8% di Kuartal I 2024, Simak Rekomendasi Sahamnya

Investment Consultant Reliance Sekuritas Reza Priyambada mengatakan sekilas kinerja para emiten di kuartal I-2024 masih cukup baik dan harusnya bisa berimbas positif pada kinerja harga sahamnya.

"Akan tetapi, pasar cenderung langsung merespon apa yang terlihat saat ini. Meski ada sentimen positif dari kinerja, tetapi di saat yang sama ada tekanan dari global," jelas Reza kepada Kontan kemarin.

Seperti yang diketahui, tekanan pada nilai tukar rupiah menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar emiten. Pasalnya, nilai tukar rupiah belum kunjung turun dari level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Alhasil, demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah Bank Indonesia (BI) mengeluarkan jamu pahitnya, yakni menggerek suku bunga acuan atau BRI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25%.

Ike Widiawati, Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas menilai dengan adanya kenaikan suku bunga akan membuat likuiditas dalam negeri akan semakin ketat.

"Ketika BI menaikkan tingkat suku bunga 25 basis poin harapannya nilai tukar rupiah bisa menguat. Dengan begitu akan ada sektor yang mungkin berdampak secara langsung dan tidak," katanya.

Baca Juga: Kredit Bank Mandiri (BMRI) Tumbuh 19,1% pada Kuartal I-2024

Jika asumsinya, nilai tukar rupiah akan kembali menguat maka kinerja emiten di sektor farmasi dan kesehatan akan mendapatkan keuntungan. Ini mengingat mayoritas bahan baku emiten farmasi merupakan impor.

"Dengan adanya peluang kenaikan nilai tukar rupiah juga akan menguntungkan sektor ritel dan barang konsumsi, seperti ACES dan ICBP," ucap Ike.

Dia mencermati kenaikan suku bunga juga akan mempengaruhi kinerja emiten perbankan, terutama bank kecil yang rapuh. Menurutnya, big bank atau bank KBMI IV cenderung lebih tahan banting.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menimpali tidak bisa dipungkiri kenaikan suku bunga akan memiliki dampak negatif bagi pasar.

"Ini akan menurunkan konsumsi, investasi dan aset-aset berisiko akan jauh lebih dihindari. Dampaknya bukan hanya sesaat, tetapi akan terlihat dalam jangka panjang," jelas Nico.

Meski begitu, dia bilang investor masih bisa mencermati saham big banks seperti BBCA, BBRI, BBNI dan BMRI. Untuk sektor telko, investor juga dapat melirik TLKM serta EXCL dengan potensi sinergi LINK.