Menilik Rencana BEI dan OJK Mengerek Batas Minimum Saham Free Float
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji ulang untuk meningkatkan batas minimal saham beredar ataufree float suatu perusahaan terbuka alias emiten.
Free float adalah saham yang dimiliki oleh pemegang saham kurang dari 5% dari seluruh saham tercatat, bukan dimiliki oleh pengendali dan afiliasi pengendali, bukan dimiliki dewan direksi dan komisaris serta bukan hasil pembelian kembali.
Adapun ketentuan batas minimum saham free float itu diatur dalam Peraturan BEI Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat.
Beleid tersebut mengaturjumlah saham free float suatu emiten paling sedikit 50 juta saham dan paling sedikit 7,5% dari jumlah saham tercatat serta jumlah pemegang saham paling sedikit 300 nasabah pemilik SID.
Untuk meningkatkan likuiditas transaksi di pasar dan mendorong kualitas emiten. BEI berencana untuk mengubah ketentuan batas minimal free float calon perusahaan tercatat.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman menuturkan BEI sedang berdiskusi untuk melakukan penelaahan sejumlah aturan, termasuk meningkatkan batas ketentuan lPO.
Seperti meningkatkan jumlah free float. Misalkan, perusahaan dengan ekuitas free float-nya akan ditingkatkan dari maksimum 10% menjadi di atas 10% sehingga bisa mendorong likuiditas.
"Kedua, terkait persyaratan keuangan. Misalnya, saat ini perusahaan minimal beroperasi setahun, tetapi nanti akan diperpanjang lebih dari itu agar fundamental perusahaan lebih terukur," kata Iman belum lama ini.
Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK menambahkan rencana meningkatkan porsi minimum saham free float dilakukan untuk memacu kualitas perusahaan tercatat.
Dia bilang dengan porsi free float yang lebih besar akan bisa menarik lebih investor sehingga secara otomatis kapitalisasi pasar bisa ikut terkerek. Kenaikan kapitalisasi pasar ini yang diharapkan OJK bisa terjadi.
“Diharapkan dapat mendukung peningkatan kapitalisasi pasar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan juga likuiditas pasar,” ucap Inarno.
Selain berencana untuk meningkatkan batas saham free float pada saat ingin menjadi perusahaan terbuka, BEI juga menaikkan ketentuan bagi saham-saham yang tergabung dalam indeks LQ45, IDX30 dan IDX80.
Berdasarkan Pengumuman BEI No. Peng-0058/BEI.POP/03-2024, BEI mengubah kriteria batas minimum rasio saham free float minimal 10%. Ketentuan ini bakal berlaku pada evaluasi Oktober 2025 dan efektif pada hari bursa pertama di November 2025.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan sebenarnya akan sulit untuk menjabarkan efek besaran free float terhadap investor dan emiten karena using dampak positif dan negatif.
“Free float yang besar akan menyebabkan sulitnya emiten menjaga harga pasar karena porsinya berkurang, tetapi jika free float kecil ada potensi harga saham mudah dikendalikan oleh pengendali,” jelasnya kepada Kontan, MInggu (12/1).
Budi menilai batas saham free float antara 7,5%–10% untuk emiten dengan kapitalisasi pasar di bawah Rp 100 triliun sudah cukup baik. Jika kapitalisasi pasarnya di atas Rp 100 triliun atau bahkan Rp 1.000 triliun free float 5%–7,5% jugasudah cukup.
Budi juga mencermati untuk emiten dengan kapitalisasi pasar di bawah Rp 100 triliun, batas minimal saham free float di kisaran 10%–15% juga masih tergolong wajar untuk diterapkan.