KontanKontan

Rupiah Tertekan, DPR Minta Pemangku Kebijakan Perkuat Struktur Perekonomian Nasional

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah meminta pemangku kebijakan fiskal dan moneter memperkuat kebijakan struktural perekonomian nasional. Hal ini dilakukan demi mengantisipasi rupiah yang terus melemah.

"Segenap kekuatan bangsa harus bersama sama mengikatkan tali gotong royong. Dilain pihak, pemerintah harus mampu meningkatkan kepercayaan rakyat. Ucapan dan tindakan pemerintah dan pemimpin nasional harus bisa menjadi keteladanan dalam rangka membangun kepercayaan rakyat," kata Said dalam keterangan resminya, Selasa (18/6).

Said menerangkan, sejumlah mata uang lokal, termasuk rupiah mengalami tekanan hebat sejak The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat memberlakukan suku bunga tinggi sebagai respons atas inflasi tinggi akibat kenaikan harga komoditas global.

"Rupiah di level Rp 15.317 - Rp 16.483 per dolar AS (ytd). Dibandingkan dengan tahun lalu, posisi rupiah malah minus 5,25%. Kecenderungan rupiah loyo disebabkan situasi eksternal dan internal," ucapnya.

Menurutnya, belakangan investor menarik diri, khususnya dalam perannya sebagai buyer di Surat Berharga Negara (SBN). Investor asing melepas SBN sejak pandemi covid-19.

Pada tahun 2019, porsi asing dalam SBN sebanyak 38,5 persen, setahun kemudian tinggal 25,1 persen, dan akhir Mei 2024 tersisa 14 persen. Perginya investor asing pada SBN mengakibatkan kepemilikan dolar AS juga kian menurun.

Penyebab lainnya, harga komoditas ekspor andalan Indonesia seperti batu bara, dan CPO pada tahun 2023 dan 2024 tidak setinggi tahun 2022.

Sejak pertengahan tahun 2023 hingga kini harga batu bara hanya berkisar US$ 120-an per ton, padahal awal kuartal II-2022 hingga kuartal I-2023 harga batu bara dilevel US$ 400 per ton.

Selain itu, harga CPO di tahun 2022 dilevel MYR 4.200-4.400 per ton ton, sedangkan kini hanya MYR 3.800-3.900 per ton.

"Menurunnya dua komoditas andalan Indonesia ini tidak membuat dompet devisa negara tebal. Di saat yang sama, pemerintah malah membuka kran impor. Besarnya arus impor ini membuat arus dolar AS makin pergi," ujarnya.

Baca Juga: Rupiah Diramal Jatuh Ke Level Rp 16.800, Akankah BI Naikkan Suku Bunga?

Said mengungkapkan hampir dipastikan The Fed masih akan bertahan di suku bunga tinggi, dan ketidakjelasan geopolitik global, akan mendorong kebijakan restriktif oleh masing-masing negara demi mengamankan kepentingan nasional,

"Ke depan, situasi kita tidak mudah, dan harus menjadikan keadaan itu sebagai national bonding. Kesampingkan terlebih dahulu kepentingan kepentingan sesaat, di antara para elit. Sebab jika keadaan ekonomi ini semakin memburuk, lagi lagi yang akan menerima resiko paling awal adalah rakyat kita sendiri," tutupnya.