KontanKontan

Perbaiki Kinerja di 2023, Berikut Prospek dan Strategi Integra Indocabinet (WOOD)

PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) mengalami penurunan top line dan bottom line sepanjang kuartal I-2023. Emiten produk kayu terintegrasi ini merancang strategi untuk memperbaiki kinerja di sisa tahun 2023.

Hingga Maret 2023, WOOD meraup penjualan bersih sebesar Rp 633,41 miliar. Ambles 67,9% dibandingkan raihan periode yang sama tahun lalu dengan nilai Rp 1,97 triliun.

Bottom line pun ikut terpangkas. Laba bersih WOOD anjlok 87,5% dari Rp 206,61 miliar pada kuartal I-2022 menjadi Rp 25,83 miliar sepanjang tiga bulan pertama 2023.

Secara bisnis, penurunan kinerja WOOD terutama disebabkan oleh ekspor building component yang anjlok signifikan. Penjualan di segmen produk ini hanya mencapai Rp 220,22 miliar per Maret 2023, turun 84,7% secara tahunan.

Investor Relation Integra Indocabinet Fajar Andika membeberkan secara historis kuartal pertama biasanya menjadi periode dengan penjualan yang paling lemah. Hanya saja, pada kuartal I-2022 lalu permintaan terhadap building component melonjak, terdongkrak tingginya permintaan terutama dari pasar Amerika Serikat (AS).

"Sehingga dengan membanding permintaan Q1-2023 yang sudah mulai ternormalisasi dan adanya tekanan permintaan yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi dan naiknya suku bunga di AS, maka berdampak terhadap permintaan produk kami," ujar Fajar kepada Kontan.co.id, Minggu (4/6).

Fajar menegaskan, pelemahan yang terjadi pada pembukuan kuartal I-2023 lebih karena perbandingan yang lebih tinggi (high base) dengan kuartal I-2022. Namun secara kuartalan, WOOD justru mencatatkan pertumbuhan.

Dengan strategi efisiensi yang dijalankan, WOOD berhasil memangkas beban usaha sekitar 8% dan mendongkrak net profit margin hingga 22% dibandingkan kuartal sebelumnya. Di sisa tahun ini, WOOD optimistis ada perbaikan kinerja bisnis yang disertai dengan upaya penetrasi pasar.

"Kami cukup optimis di tahun 2023 permintaan furniture dan building komponen akan semakin membaik. Kami melakukan penetrasi ke beberapa benua tujuan ekspor seperti Eropa dan Asia. Juga diversifikasi produk dan menjaga harga yang kompetitif," terang Fajar.

WOOD terus melakukan diversifikasi pasar untuk mengantisipasi gejolak ekonomi yang masih membayangi AS. Sebagai informasi, ekspor ke Negeri Paman Sam itu mendominasi penjualan WOOD dengan porsi sekitar 90% dari total revenue.

Meski begitu, sebagai importir furnitur terbesar di dunia per tahun lalu, Fajar menegaskan pasar AS tetap prospektif. WOOD melihat potensi pertumbuhan furniture dan building komponen di pasar AS masih tinggi, sehingga potensi untuk terus meningkatkan ekspor ke AS masih besar.

Apalagi secara kualitas dan sumber daya, produk asal Indonesia juga cukup unggul dibandingkan negara Asia lainnya seperti Vietnam. Termasuk dengan produk asal China yang masih terganjal perang tarif dengan AS.

"Potensi furniture dan building kompenen di AS tumbuh CAGR 5% dengan nilai kapitalisasi US$ 14 miliar. Kami rasa masih cukup besar permintaan mereka yang masih bisa kami supply," jelas Fajar.

WOOD turut mendalami permintaan produk yang sebelumnya belum tereksplorasi dari pasar AS, seperti pintu dan sofa. Langkah ini akan dijalankan sembari tetap melakukan efisiensi pada lini bisnis, sehingga bisa menjaga margin net profit.

"Selain itu, kami akan menerapkan strategi direct to retailers. Strategi ini tidak hanya dapat meningkatkan penjualan Perseroan, tetapi juga dapat memperoleh ekspansi marjin keuntungan," sambung Fajar.

Fajar bilang, strategi tersebut akan ditopang oleh kapasitas produksi WOOD sebagai salah satu yang terbesar di Indonesia pada sektor ini. Dengan total kapasitas produksi building komponen dan furniture mencapai sekitar 400.000 m3.

WOOD menyiapkan anggaran belanja modal (capex) sekitar Rp 100 miliar - Rp 150 miliar pada tahun ini. Capex tersebut akan dialokasikan untuk memperkuat segmen manufaktur dan forestry.