Turun 2,65% Sepanjang 2024, IHSG Jadi Indeks dengan Kinerja Terburuk di ASEAN
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup 2024 dengan parkir di level 7.079,90 pada akhir perdagangan Senin (30/12). Sepanjang tahun, IHSG sudah terkoreksi 2,65%.
Head of Research NH Korindo Sekuritas Liza Camelia mengatakan, tahun 2024 bukan merupakan tahun yang ideal bagi IHSG. Pasalnya, kinerja IHSG menjadi indeks terburuk di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
Tepat di atas IHSG, ada indeks Thailand atau SET Index yang terkoreksi 1,10% per Senin (30/12). Sementara, indeks Singapura yaitu Straits Times Index STI menjadi yang tertinggi di ASEAN dengan penguatan 17,14%.
"Catatan ini menjadi penurunan tahunan pertama IHSG sejak 2020, ketika indeks terpangkas hingga 5% akibat dampak pandemi Covid-19," jelas Liza dalam riset yang dirilis, Senin (30/12).
Secara historis, IHSG berhasil menguat 6,16% pada 2023. Sementara di tahun 2022, IHSG mampu naik 4,09% dan pada tahun 2021, IHSG berhasil melesat 10,08%.
"Kinerja IHSG yang loyo mencerminkan tantangan besar yang dihadapi pasar sepanjang tahun, baik dari tekanan global maupun dinamika domestik," kata Liza.
Dari sisi global, penurunan suku bunga The Fed yang tak sesuai dengan ekspektasi telah menyebabkan aliran modal asing keluar dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia.
Indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin perkasa dengan menguat 7% sepanjang 2023 turut meningkatkan tekanan pada mata uang di negara berkembang.
Liza menyebut pelemahan ekonomi China dan memanasnya konflik global di Timur Tengah dan Eropa Timur serta munculnya kekhawatiran atas risiko perdagangan di bawah pemerintahan Donald Trump juga mempengaruhi IHSG.
Dari dalam negeri, pelemahan nilai tukar rupiah imbas penguatan dolar AS, lesunya daya beli masyarakat dan perubahan kebijakan pemerintahan baru serta gejolak politik dalam negeri telah memengaruhi pergerakan IHSG.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya mengatakan dengan posisi IHSG saat ini yang tergolong rendah, investor bisa memanfaatkan momentum penguatan di 2025 mendatang.
"Tahun depan lebih optimistis, ada harapan baru dengan momentum baru belum lagi saat ini ada pergeseran sektor yang dinamis," jelasnya saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (30/12).
Menurutnya saat ini masih ada beberapa saham yang sudah tergolong murah. Ini bisa menjadi bekal bagi investor untuk menyongsong 2025 dengan mengoleksi harga saham dengan harga terdiskon.