KontanKontan

Rights Issue, Wijaya Karya (WIKA) Cuma Serap Rp 87,9 Miliar Dana Publik

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) hanya mampu menyerap dana Rp 87,9 miliar porsi publik dalam aksi Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) II atau rights issue.

Asal tahu saja, WIKA akan menawarkan 46,81 miliar saham baru seri B yang setara dengan 83,92% dari modal disetor dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Harga pelaksanaan rights issue sebesar Rp 197 per saham. Dengan demikian, perkiraan total dana yang akan diperoleh dari aksi korporasi ini mencapai Rp 9,2 triliun.

Rights issue ini juga merupakan bagian dari penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 6 triliun untuk WIKA. Sementara sisanya, hingga Rp 3,2 triliun, akan diserap dari porsi publik. Sehingga, target awal rights issue WIKA sebesar Rp 9,2 triliun.

Direktur Keuangan WIKA Adityo Kusumo menyebutkan, partisipasi publik dalam pelaksanaan rights issue perseroan hanya mencapai Rp 87,9 miliar. Jumlah tersebut mencerminkan 2,7% dari target yang diincar sebesar Rp 3,2 triliun.

“Kurang lebih dana publik yang diserap sekitar Rp 87,9 miliar di samping dana PMN dari pemerintah sebesar Rp 6 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers RUPST WIKA, Rabu (15/5).

Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengatakan, pihaknya menyadari bahwa adanya tantangan pada saat pelaksanaan rights issue dalam keadaan perdagangan saham yang sedang tersuspensi.

“Selain itu, kinerja keuangan WIKA juga masih dalam tekanan sejak tahun 2023,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (22/5).

Saham WIKA disuspensi BEI sejak tanggal 18 Desember 2023. Alasannya, karena keterlambatan pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A.

Setelah WIKA mengumumkan rencana pembayaran consent fee, denda dan pelunasan dana Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 seri A, BEI pun mencabut suspensi saham Wijaya Karya.

BEI pun mencabut penghentian sementara perdagangan saham WIKA di Seluruh Pasar terhitung sejak Sesi I Perdagangan Efek hari Selasa, tanggal 30 April 2024.

Namun, sejalan dengan proses penyehatan yang saat ini sedang dijalankan WIKA, publik masih menunggu hasil positif atas proses tersebut.

“Dengan adanya penyerapan porsi publik tersebut mencerminkan tetap adanya dukungan publik untuk kedepan kondisi Perseroan lebih baik,” paparnya.

Di tengah periode rights issue ini, sejumlah jajaran direksi WIKA tercatat ikut membeli saham Wijaya Karya. Melansir keterbukaan informasi, Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito membeli 1,25 juta saham Wijaya Karya.

Lalu, Direktur Operasi I WIKA Hananto Aji memborong 1,26 juta saham, Direktur Operasi II WIKA Harum Akhmad Zuhdi membeli 1,26 juta saham, dan Ex- Direktur Operasi III WIKA Rudy Hartono borong 1,52 juta saham.

Kemudian, Ex-Direktur QHSE WIKA Ayu Widya Kiswari, Direktur Keuangan WIKA Adityo Kusumo, dan Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia dan Transformasi WIKA Hadjar Seti Adji masing-masing membeli 510.000 saham.

Terkait hal ini, Mahendra menjelaskan, manajemen WIKA punya keyakinan yang sama terhadap masa depan WIKA.

“Hal ini ditandai dengan pembelian saham oleh pengurus dan manajemen pada saat right issue atas dasar keyakinan tersebut,” ungkapnya.

Mahendra menuturkan, ke depannya WIKA akan mengakselerasi pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Ibu Kota Negara (IKN) sesuai dengan peruntukkan dari rights issue.

Berdasarkan prospektus rights issue WIKA, dana hasil aksi korporasi ini akan digunakan untuk modal kerja. Ini mencakup penyelesaian PSN, IKN, dan proyek lainnya.

WIKA juga tengah mengupayakan pembangunan proyek tersebut dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai dengan target waktu maupun kualitas.

“Langkah untuk mendorong pembangunan proyek ini juga berjalan bersamaan dengan implementasi 8 metode stream penyehatan yang bertujuan untuk memperkuat fundamental WIKA demi mewujudkan bisnis yang berkelanjutan,” kata Mahendra.

Sebagai informasi, pendapatan bersih WIKA menurun 18,75% year on year (YoY) menjadi Rp 3,53 triliun per Maret 2024. Sementara, WIKA harus menanggung jumlah beban lain-lain sebesar Rp 1,23 triliun di kuartal I 2024, naik dari Rp 604,99 miliar di periode yang sama tahun lalu.

Alhasil, WIKA harus menanggung rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat menjadi Rp 1,13 triliun.

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, rights issue WIKA sejak awal memang sudah bermasalah. Menurutnya, aksi rights issue berarti perusahaan menerbitkan saham baru untuk kemudian ditebus investor publik. Artinya, perusahaan mengoleksi dana dari investor.

“Artinya, WIKA menjual saham. Namun, WIKA tengah bermasalah secara keuangan dan saham sedang suspensi. Seharusnya mereka tidak bisa mereka melakukan rights issue, karena tidak bisa menjual saham,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (22/5).

Sehingga, tak heran jika porsi publik hanya diserap WIKA sebesar Rp 87,9 miliar dalam aksi rights issue ini. Bahkan, hal tersebut termasuk bagus, mengingat seharusnya publik tidak tertarik sama sekali untuk membeli saham perusahaan yang kinerjanya kurang.

“Bahkan, seharusnya WIKA tidak lulus screening dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mendapatkan izin mengoleksi dana publik. WIKA seharusnya hanya bisa dapat dana dari Pemerintah lewat PMN, jangan ajak investor publik,” kata Teguh.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai, investor tidak tertarik untuk berpartisipasi pada aksi rights issue WIKA karena rasio utang yang masih sangat tinggi. Sementara, WIKA juga masih mengalami rugi selama dua tahun terakhir dan cash flow juga negatif.

“Apalagi harga tebus untuk rights issue ini jauh di atas harga pasar. Seharusnya, tidak ada investor yang tertarik,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (24/5).

Budi pun menyarankan, WIKA untuk menurunkan rasio utang, serta membuat laporan keuangan menjadi laba dan arus menjadi kas positif.

Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melihat, saham WIKA dalam tren melemah dengan level support Rp 100 per saham dan resistance Rp 145 per saham. William pun merekomendasi wait and see untuk saham WIKA.

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, William Wibowo melihat, pergerakan saham WIKA berada di level support Rp 100 per saham dan resistance Rp 140 per saham. William juga merekomendasikan wait and see untuk saham WIKA.