KontanKontan

BBNI Serap Sebagian Hak di Rights Issue BSI (BRIS) dengan Nilai Rp 500 Miliar

PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk telah menetapkan harga pelaksanaan rights issue sebesar Rp 1.000 per saham. Bank bersandi saham BRIS ini akan merilis 4,99 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 500 per saham.

Bila semua saham baru itu diserap oleh investor, maka BSI akan meraup dana segar sebesar Rp 4,99 triliun melalui aksi penguatan modal ini.

Pasca aksi korporasi ini, komposisi kepemilikan BRIS bakal berubah bila ada investor tidak melakukan haknya sehingga kepemilikan saham akan terdilusi.

Lantaran, Bank Mandiri telah menyatakan sikap untuk menyerap semua haknya. Sedangkan BNI sebagian, dan BRI belum menyatakan sikap.

Dalam prospektus rights issue, Bank Mandiri memiliki jatah 2,54 limar HMETD BSI. Artinya, Bank Mandiri telah menyediakan dana paling sedikit Rp 2,54 triliun.

Sedangkan BNI yang memegang 24,85% saham BSI juga menyerap saham baru ini. Namun, BNI hanya melaksanakan sebagian haknya sebesar 500 juta saham baru dari seharusnya 1,24 miliar saham.

Direktur Keuangan BNI Novita W Anggraini menyatakan akan mengambil sebagian Hak yang dimiliki dalam rights issue BSI. Ia menyatakan nilai transaksi yang akan BNI lakukan sebesar Rp 500 miliar.

“Arahan BNI pada rights issue, sebagai salah satu pemegang saham utama harapannya dari hasil rights issue ini dana yang didapat dapat digunakan oleh BSI untuk mendukung pertumbuhan bisnis BSI sehingga dapat mendorong pencapaian visi BSI untuk menjadi top 10 global islamic bank,” ujar Novita kepada KONTAN pada Kamis (8/12).

Sedangkan BRI belum menyatakan sikapnya terkait aksi korporasi yang tengah digelar BSI.

Dengan begini, maka pasca rights issue ini akan terjadi pergeseran komposisi kepemilikan saham BSI. Saat ini, Bank Mandiri miliki 50,83%, BNI 24,85%, BRI 17,25%, publik 5,51%, dan investor lainnya yang di bawah 1%.

Asal tahu saja, harga pelaksanaan rights issue ini berada di bawah harga pasar BRIS. Pada akhir perdagangan pasar modal pada Kamis (8/12), BRIS ditutup melemah 0,39% menjadi Rp 1.265 per lembar saham.

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menyatakan secara umum harga rights issue memang ditetapkan di bawah harga pasar saham acuannya.

“Ini memang standard practice untuk rights issue dan warrants dimana harga rights issue umumnya akan berada di bawah harga saham reguler untuk menarik minat investor. Sebagai upaya agar semua saham baru yang diterbitkan diserap oleh investor,” ujar Arjun kepada KONTAN pada Kamis (8/12).

Ia menilai rights issue BRIS ini cukup menarik terlebih berdasarkan laporan keuangan, BSI memiliki fundamentalbagus. Malahan, laba bersih BRIS untuk kuartal terkini meningkat signifikan bandingkan sama kuartal ke tiga tahun lalu.

“Selain itu kinerja keuangan mereka terlihat cukup bagus dan stabil. Prediksi saya terutama di waktu jangka pendek sebelum akhir tahun, ada potensi untuk rebound.” tambahnya.

Ia memasang target harga BRIS di level Rp1.445 per lembar saham dengan harga support Rp 1.200. Berdasarkan data RTI, BRIS memiliki price book to value (PBV) berada di level 1,89 kali.

Berdasar data Infovesta, Rata rata PBV industri perbankan saat ini 3,51 kali. Artinya, secara valuasi, BRIS masih terbilang masih murah.

Asal tahu saja, BSI mencetak pertumbuhan laba bersih 42% year on year (yoy) menjadi Rp 3,21 triliun hingga kuartal ketiga 2022. Didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) 11,86% yoy menjadi Rp 245,18 triliun.

Proporsi DPK didominasi oleh tabungan wadiah, giro dan deposito. Selain itu, pembiayaan yang tumbuh mencapai Rp 199,82 triliun atau meningkat 22,35%. Raihan ini juga didukung oleh kualitas pembiayaan sehat yang tercermin oleh NPF Nett sebesar 0,59%.