KontanKontan

Menjaring Saham Big Caps yang Murah, Begini Strategi Investasinya

Tekanan pada saham-saham big caps atau saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar masih terus berlanjut. Ini tercermin dari terkoreksinya Indeks LQ45 sebesar 0,33% pada penutupan perdagangan Selasa (14/5).

Pasalnya hampir separuh konstituen Indeks LQ45 mengalami penurunan. Dari 45 saham, ada 20 saham yang ditutup melemah. Sementara, 15 berhasil menguat dan 10 saham ditutup flat.

Saham PT Astra International Tbk (ASII) menjadi saham yang paling anjlok dalam konstituen Indeks LQ45. Sepanjang hari, ASII bergerak di zona merah dalam rentang Rp 4.580 per saham–Rp 4.690 per saham.Hingga akhir perdagangan Selasa (14/5), ASII anjlok 9,75% atau turun 495 poin ke level Rp 4.580 per saham.

Menyusul saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang masing-masing dikoreksi sebesar 3,65% ke level Rp 4.220 dan 2,99% ke posisi Rp 65 per saham.

Baca Juga: Wall Street Naik Menjelang Pidato Powell, Saham Meme Naik Daun Lagi

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan memang sampai saat ini terjadi diskon besar-besaran pada emiten yang punya fundamental baik.

"Selama fundamental tidak berubah, tetapi harga saham mengalami koreksi, maka ini waktunya untuk melakukan akumulasi beli," ucapnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (14/5).

Nico mencontohkan, penurunan harga saham ASII salah satunya disebabkan oleh rencana pembagian dividen. Pasalnya, ex date dividen Astra jatuh pada 14 Mei 2024.

Meski demikian secara fundamental, Astra masih punya landasan dan prospek yang kokoh. Begitu pula koreksi yang terjadi bank-bank besar pasca mendistribusikan dividen.

Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.083 Selasa (14/5), TPIA, BBCA, TLKM Paling Banyak Net Buy Asing

Nah untuk menilai suatu saham sudah murah atau mahal, Nico menyarankan investor untuk mencermati indikator Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) pada masing-masing emiten.

"Dari PER dan PBV itu harus dibandingkan dengan industrinya. Dengan begitu investor jadi tahun apakah suatu saham tergolong murah atau mahal," kata Nico.

Selain saham perbankan, Nico menilai saham di sektor konsumen primer dan ritel dapat dicermati, seperti ACES, AMRT, INDF, ICBP dan MYOR. Emiten telko juga bisa dilirik terutama TLKM dan EXCL.

Adrian Joezer, Head of Equity Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas memproyeksikan dalam tiga sampai enam bulan ke depan pertumbuhan percepatan paling tinggi akan dirasakan oleh emiten non-perbankan.

Baca Juga: IHSG Melandai Tapi Berpotensi Menguat pada Rabu (15/5)

Dus, dengan tekanan pada harga saham yang melanda belakangan ini membuat saham-saham big caps semakin menarik. Namun Joezer menyarankan investor untuk memiliki jangka waktu investasi yang panjang.

"Harus melihat jangka panjang. Waktunya investasinya bisa dalam jangka waktu 12 bulan. Nanti perlu dilihat dalam satu tahun ke depan akan seperti apa," ucap dia.

Sementara secara teknikal, Vice President Samuel Sekuritas M. Alfatih mencermati penguatan pada saham perbankan bisa menjadi awal tren kenaikan kembali setelah melalui tren penurunan sejak Maret 2024.

"Namun perubahan tren ini masih perlu konfirmasi sehingga sebaiknya masih dalam strategi pola trading jangka pendek, kurang dari seminggu," katanya.

Oleh karena semakin besar loss, lanjut Alfatih, akan semakin sulit mengembalikan modal semula. Maka dari itu, dia menyarankan sebaiknya kerugian dapat dibatasi sekitar 3%–5% dari nilai portofolio.