KontanKontan

Harga Minyak Melonjak di Akhir Pekan Akibat Potensi Pengurangan Produksi OPEC+

WINA. OPEC dan sekutunya sedang mendiskusikan pendalaman pengurangan produksi minyak yang kemungkinan mencapai sebanyak 1 juta barel per hari. OPEC+, yang mengelompokkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, memompa sekitar 40% minyak mentah dunia, yang berarti keputusan kebijakannya dapat berdampak besar pada harga minyak.

Tiga sumber OPEC+ mengatakan, pemotongan sedang dibahas di antara opsi untuk hari Minggu, ketika para menteri OPEC+ berkumpul pada pukul 2 siang di Wina atau pukul 19.00 WIB. Sebelum itu, para menteri OPEC akan bertemu pada pukul 11 ​​pagi pada hari Sabtu.

Sumber mengatakan, pemotongan bisa mencapai 1 juta barel per hari di atas pemotongan yang ada sebesar 2 juta barel per hari dan pemotongan sukarela sebesar 1,6 juta barel per hari yang diumumkan secara mengejutkan pada bulan April.

Jika disetujui, total volume pengurangan menjadi 4,66 juta barel per hari, atau sekitar 4,5% dari permintaan global. Sebelumnya, dua sumber OPEC+ mengatakan mereka tidak mengharapkan kelompok ini untuk menyetujui pemotongan lebih lanjut.

Baca Juga: Harga Minyak Menguat 0,9% di Tengah Hari Ini (2/6), WTI ke US$ 70,8 Per Barel

Negara-negara Barat menuduh OPEC memanipulasi harga minyak dan merusak ekonomi global melalui biaya energi yang tinggi.

Sebagai balasan, pejabat OPEC dan orang dalam mengatakan pencetakan uang Barat selama dekade terakhir telah mendorong inflasi dan memaksa negara penghasil minyak bertindak untuk mempertahankan nilai ekspor utama mereka.

"Kami tidak akan pernah ragu untuk mengambil keputusan apa pun untuk mencapai keseimbangan dan stabilitas yang lebih besar (di) pasar minyak global," kata Menteri Perminyakan Irak Hayan Abdel-Ghani saat tiba di Wina seperti dikutip Reuters.

Pengumuman output yang mengejutkan pada bulan April membantu mendorong harga minyak sekitar US$ 9 per barel lebih tinggi menjadi di atas U$ 87 per barel. Tetapi harga minyak dengan cepat turun akibat tekanan dari kekhawatiran pertumbuhan dan permintaan ekonomi global.

Pada hari Jumat (2/6), harga minyak acuan internasional Brent diperdagangkan sekitar US$ 76,13 per barel. Harga minyak naik 2,49% pada perdagangan kemarin, tetapi turun 1,10% dalam sepekan terakhir.

Baca Juga: Harga Pertamax Turun Mulai 1 Juni 2023, Tapi harga BBM Pesaing Ini Lebih Murah

Pekan lalu, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz mengatakan, investor yang melakukan shorting harga minyak harus hati-hati. Hal ini ditafsirkan oleh banyak pengamat pasar sebagai peringatan pengurangan pasokan tambahan.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak justru mengatakan dia tidak mengharapkan langkah baru dari OPEC+ di Wina, menurut laporan media Rusia.

Badan Energi Internasional atawa International Energy Agency memperkirakan permintaan minyak global akan meningkat lebih lanjut pada paruh kedua tahun 2023. Kenaikan permintaan berpotensi mengangkat harga minyak.

Analis JP Morgan menyebut, OPEC tidak bertindak cukup cepat untuk menyesuaikan pasokan ke produksi bahan bakar AS tingkat tinggi.

"Pertumbuhan permintaan terus kuat. Sebaliknya, pasokan terlalu banyak... Aliansi menunggu terlalu lama untuk mengurangi pasokan. Aliansi - atau setidaknya beberapa anggota - kemungkinan perlu memangkas lebih banyak," kata analis dari JP Morgan dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.

Analis Rapidan Energy Group menempatkan peluang pemotongan lebih lanjut sebesar 40%.

"Para menteri bertekad untuk menghindari terulangnya tahun 2008, ketika tiba-tiba runtuhnya stabilitas ekonomi dan keuangan global membuat harga minyak mentah dari lebih dari US$ 140 menjadi US$ 35 dalam enam bulan," tulis mereka.