SeputarforexSeputarforex

Yield US Treasury Meroket, Dolar Makin Gahar

Seputarforex - Indeks dolar AS (DXY) menguat pesat pada sesi New York kemarin hingga menjangkau kisaran 113.00 lagi berkat kenaikan yield US Treasury yang sangat signifikan. Greenback mendominasi pasar forex hingga USD/JPY merambah kisaran 150.00-an dan AUD/USD tersungkur lagi ke rekor terendah sejak April 2020. Dixie terkoreksi tipis hingga kisaran 112.80-an saat berita ini ditulis pada awal sesi Eropa hari Kamis (20/Oktober), tetapi yield US Treasury sebenarnya masih menyokong apresiasi dolar AS.

Grafik DXY Daily via TradingView

Pelaku pasar optimistis The Fed akan menaikkan suku bunga minimal sebanyak 75 basis poin masing-masing dalam rapat FOMC bulan November dan Desember mendatang. Hal ini mendorong yield US Treasury 10Y meroket sampai kisaran 4.1690%, sekaligus mencetak rekor tertingginya sejak pertengahan tahun 2008. Yield US Treasury 2Y bahkan menyentuh rekor tertinggi 15 tahun pada kisaran 4.582%.

Gejolak tersebut langsung mengatrol kurs dolar AS di pasar forex. USD/JPY sempat menguji ambang 150.00, meskipun kemudian mundur tipis ke kisaran 149.95 lantaran ancaman intervensi pemerintah Jepang.

"Tampaknya seperti kegelisahan saat ini," kata Ray Attrill, kepala strategi FX di National Australia Bank, sebagaimana dilansir oleh Reuters, "Mengingat yield US Treasury telah bergerak dengan tegas ke atas 4%, saya pikir dolar/yen semestinya sudah diperdagangkan di atas 150 jika tidak ada ancaman intervensi."

Data-data inflasi Inggris dan Eropa kemarin menunjukkan indeks harga konsumen terus bercokol pada tingkat tinggi, sehingga mendukung ekspektasi kenaikan suku bunga lebih besar dalam waktu dekat. Akan tetapi, ekspektasi itu gagal menyokong nilai tukar mata uang masing-masing.

GBP/USD melorot lebih lanjut ke kisaran 1.1200 saat berita ini ditulis, sementara EUR/USD berkubang di bawah ambang 0.9800. Pasalnya, pelaku pasar lebih berfokus pada efek samping negatif dari kenaikan inflasi dan suku bunga, yaitu risiko perlambatan ekonomi dan bahkan resesi yang kian memburuk di Benua Biru.

"Reaksi GBP terhadap data inflasi konsumen yang sedikit lebih tinggi dari ekspektasi pagi ini menunjukkan bagaimana mata uang diperdagangkan secara struktural daripada siklikal. Dalam sudut pandang siklikal, inflasi yang lebih tinggi akan dipertemukan dengan yield yang lebih tinggi dan mata uang yang lebih kuat," kata Dominic Bunning, kepala riset FX Eropa di HSBC, "Namun, ketika pasar lebih khawatir terhadap risiko siklikal, inflasi dan yield yang lebih tinggi justru dipandang sebagai gejala dari masalah yang lebih luas dan bukannya tanda prospek ekonomi yang kuat."

Bunning menambahkan, "GBP kemungkinan akan terus diperdagangkan dengan perspektif struktural ini hingga pemerintah Inggris menunjukkan lebih banyak upaya untuk mengendalikan defisit anggaran domestik atau inflasi sudah lebih jelas memuncak. Keduanya memungkinkan stabilisasi di pasar obligasi dan GBP. Tapi hingga saat itu tiba, kami memperkirakan tekanan turun (atas GBP) akan berlanjut."

Bunning memperkirakan Sterling akan jatuh sampai 1.08 dalam beberapa bulan ke depan. Prediksi tersebut hampir sama pesimistisnya dengan hasil riset Nomura yang memproyeksikan kejatuhan GBP/USD sampai level paritas pada bulan November mendatang.