KontanKontan

BRPT dan TPIA Rajin Ekspansi, Begini Prospek Kinerja dan Rekomendasi Sahamnya

Top line dan bottom line yang merosot pada tahun lalu tak menghalangi langkah ekspansi emiten Barito Grup. Perusahaan milik taipan Prajogo Pangestu ini terus melebarkan sayap bisnisnya lewat PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).

Direktur Barito Pacific, David Kosasih, mengungkapkan strategi tahun ini berfokus pada pertumbuhan usaha untuk mencetak pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang. Pada segmen petrokimia, Barito Grup melanjutkan proyek Chandra Asri Perkasa (CAP2) untuk meningkatkan kapasitas produksi hampir dua kali lipat.

Barito Grup juga menggali peluang ekspansi di sektor energi terbarukan. Pada segmen panas bumi, dalam waktu dekat ini BRPT akan merampungkan proyek Salak Binary yang dapat menambah kapasitas sekitar 15 megawatt (MW). Saat ini, total kapasitas operasional geothermal BRPT sekitar 885 MW.

Sembari menambah kapasitas di aset Salak, BRPT melakukan persiapan untuk peningkatan kapasitas pada aset geothermal lainnya.

"Secara grup, kami juga mengeksplorasi kesempatan investasi untuk menciptakan sinergi dan diversifikasi," kata David kepada Kontan.co.id beberapa hari lalu.

Sejak awal tahun 2023, Barito Grup pun gencar menggelar ekspansi lewat Chandra Asri (TPIA). Terbaru, TPIA lewat anak usahanya, PT Chandra Asri Alkali telah menandatangani perjanjian lisensi, rekayasa dasar dan layanan teknis dengan lisensor teknologi vinil asal Amerika Serikat untuk mendirikan pabrik ethylene dichloride (EDC).

BRPT

Pendirian pabrik EDC ini selaras dengan rencana bisnis TPIA untuk mengembangkan pabrik chlor-alkali dan ethylene dichloride (CA-EDC). Pabrik ini akan memproduksi 500.000 metrik ton ethylene dichloride per tahun serta lebih dari 400.000 metrik ton caustic soda per tahun.

Ethylene dichloride biasanya dipakai sebagai bahan kimia perantara pembuatan PVC (polyvinyl chloride), plastik yang umum digunakan pada pipa di sektor konstruksi. TPIA juga tengah melakukan proses seleksi kontraktor engineering, procurement, and construction (EPC) untuk pabrik CA-EDC.

Langkah ini merupakan kelanjutkan dari nota kesepahatam (MoU) dengan sovereign wealth fund Indonesia Investment Authority (INA). Pada April 2023, TPIA dan INA telah meneken MoU untuk mengembangkan proyek CA-EDC.

Selain itu, TPIA telah menandatangani MoU dengan Nippon Shokubai dan PT Nippon Shokubai Indonesia untuk menggali peluang bisnis kimia hijau.

Dalam MoU yang terjalin pada Mei 2023 ini, TPIA bersama Nippon Shokubai menjajaki potensi untuk memproduksi bahan 'bio' seperti bio-naphtha, bio olefins, dan berbagai produk yang menggunakan energi terbarukan.

Sebelumnya, TPIA mengakuisisi dua entitas anak dari Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) di bidang listrik dan air. Dengan nilai transaksi Rp 3,24 triliun, TPIA mengambil alih 70% saham PT Krakatau Daya Listrik (KDL) dan 49% saham PT Krakatau Tirta Industri (KTI).

Direktur Chandra Asri, Suryandi, mengatakan akuisisi KDL dan KTI sekaligus untuk mendukung kebutuhan ekspansi CAP2 dan proyek TPIA lainnya, sebagai langkah strategis mengintegrasikan aset infrastruktur. Sembari meneruskan berbagai persiapan, TPIA juga mencermati kondisi industri dan situasi geopolitik dalam proyek CAP2.

TPIA

Hal ini penting sebagai pertimbangan untuk mengantisipasi penyesuaian dari sisi biaya investasi dan produk yang dihasilkannya.

"Secara paralel, perusahaan terus melakukan sinergi bisnis antara lain mempersiapkan utilitas sebagai penunjang proses operasional, teknis dan keuangan agar dapat menunjang pengembangan CAP2," terang Suryandi.Prospek Kinerja di 2023

Suryandi mengamini, kondisi makro ekonomi global masih menjadi faktor penentu kinerja TPIA pada tahun ini. Tantangan eksternal pun masih membayangi, seperti harga bahan baku yang fluktuatif serta permintaan luar negeri yang melambat.

Meski begitu, sektor petrokimia masih terbantu dengan tingginya permintaan di pasar domestik. Apalagi produk TPIA menyokong sektor industri lainnya seperti otomotif, mesin, elektronika, konstruksi, dan aplikasi rumah tangga.

"Kami berharap kinerja di tahun 2023 akan lebih baik dibandingkan 2022. Peningkatan kinerja ini didukung oleh masih tingginya permintaan produk perseroan dalam negeri dan berlanjutnya margin yang positif," imbuh Suryandi.

Sang induk punya harapan serupa. BRPT memprediksi permintaan dari pasar domestik akan terus stabil sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. David berharap, pemulihan harga jual global juga bisa terjadi, seiring dengan pencabutan kebijakan lockdown di China yang akan meningkatkan permintaan.

"Kami terus waspada terhadap berbagai risiko ketidakpastian perekonomian global. Berfokus untuk menjaga posisi neraca dan likuiditas yang sehat serta menjalankan pertumbuhan usaha dengan proses kehati-hatian dan memperhatikan faktor risiko yang ada," terang David.

Guna menopang strategi bisnis di tahun ini, BRPT mengalokasikan belanja modal (capex) sekitar US$ 100 juta - US$ 120 juta. Sebagian besar capex akan dipakai untuk mendukung rencana ekspansi usaha, terutama pada segmen petrokimia dan panas bumi.Rekomendasi Saham

Kepala Riset Surya Fajar Sekuritas, Raphon Prima menyoroti melandainya harga minyak mentah dunia bisa menjadi katalis positif bagi emiten dengan model bisnis manufaktur petromikia. Penurunan harga minyak bisa memangkas beban biaya BRPT dan TPIA.

Hanya saja, prospek perbaikan kinerja BRPT dan TPIA belum mengangkat secara signifikan harga sahamnya. "Pasar masih cenderung melihat terlebih dulu apakah penurunan harga minyak sudah terefleksi kepada perbaikan margin," ungkap Raphon.

Research Analys Henan Putihrai Sekuritas, Ezaridho Ibnutama, turut menyarankan wait and see terlebih dulu. Sambil mencerna efek dinamika harga minyak mentah dunia dan hasil kinerja keuangan BRPT dan TPIA.

Sedangkan secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana, merekomendasikan sepculative buy BRPT dan buy on weakness TPIA. Support BRPT ada di harga Rp 760 dan target harga di Rp 805 - Rp 845. Support TPIA ada di Rp 2.100 dengan target harga Rp 2.190 - Rp 2.270.