KontanKontan

Mencermati Prospek Saham Vale Indonesia (INCO) di Tengah Isu Divestasi Saham

Rencana divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masih bergulir. Holding industri pertambangan, MIND ID, tengah dalam proses membeli 11% saham INCO dan menjadi mayoritas pemegang saham emiten tambang asal Kanada itu.

Saat ini, mayoritas saham INCO dimiliki Vale Canada Limited sebesar 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM) 15%, dan Inalum (MIND ID) 20%. Sisanya, 20,7% dikuasai publik di pasar modal.

Keinginan MIND ID ini seiring dengan kewajiban Vale Indonesia melakukan divestasi sahamnya sebanyak 11% sebagai syarat pengalihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus atau IUPK.

Jika proses pembelian saham itu disetujui, maka MIND ID nantinya akan memiliki 31% saham INCO. Saat ini, mayoritas saham INCO masih dikuasai oleh asing.

CEO Edvisor.id Praska Putrantyo mengatakan, peningkatan divestasi saham oleh pemerintah karena mayoritas dimiliki investor asing tidak terlalu mempengaruhi kinerja fundamental INCO.

“Sebab, saat ini kinerja keuangan INCO masih cenderung dipengaruhi oleh tren pergerakan komoditas Nickel,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (3/6).

Di sisi lain, Praska melihat, rencana konsolidasi INCO ke MIND ID itu juga tidak akan mempengaruhi kinerja bisnis INCO.

INCO

Sebab, seluruh penjualan INCO dilakukan berdasarkan kontrak jangka panjang ke pihak-pihak berelasi, seperti Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. “Pihak VCL sendiri juga menjadi eksposur penjualan terbesar dari INCO,” tuturnya.

Oleh karena itu, efek kepemilikan INCO yang dipegang oleh BUMN tidak ada pengaruh signifikan. Sebab, semua kontrak penjualan telah dilakukan untuk jangka panjang dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS).

Selain itu, kepemilikan INCO oleh BUMN, secara eksposur penjualan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan domestik, tentu akan menjadi pertimbangan.

“Peningkatan kepemilikan oleh MIND ID juga semakin mendorong perusahaan lebih konsisten dalam pembagian dividen, di samping kondisi tata kelola yang menurut saya dinilai sudah baik,” paparnya.

Praska melihat, saham-saham komoditas logam saat ini masih cenderung tertekan oleh penurunan harga komoditasnya.

Misalnya, nikel dan timah yang turun karena peningkatan suplai dan produksi di tahun lalu, serta melambatnya permintaan global akibat kekhawatiran dampak kebijakan moneter ketat terhadap permintaan industri.

“Selain itu, kondisi makro ekonomi China yang masih belum stabil juga menambah sentimen tekanan pada harga komoditas nikel yang sepanjang YTD Mei 2023 telah jatuh hingga 30% ke level US$ 20.000 per ton,” ungkapnya.

Dengan kondisi tersebut, Praska mengatakan, kinerja keuangan INCO diproyeksi akan melambat di semester II 2023 dan sudah diantisipasi investor dengan penurunan harga saham INCO sepanjang bulan Mei 2023.

Saham INCO diproyeksikan masih berstatus Netral dengan pola teknikal membentuk Triple Top, meskipun secara teknikal %R sudah mengindikasikan oversold.

Praska merekomendasikan buy on weakness untuk saham INCO dengan rentang akumulasi di Rp 6.000 -Rp 6.400 per saham.