Sedang Mengalami Pelemahan Struktural, Sudah Saatnya Buang USD?

1 075
Salah satu faktor yang memengaruhi pergerakan kurs mata uang adalah imbal hasil yang ditawarkan dari aset berdenominasi mata uang tersebut. Biasanya, jika yield naik, mata uang cenderung juga akan naik (karena imbal hasil menarik investor). Hal tersebut bisa terlihat ketika terjadi siklus pengetatan moneter oleh The Fed di tahun 2022-2023 (panah merah). Suku bunga acuan naik = yield naik = mata uang menguat. Yield (dan mata uang) cenderung akan bergerak lebih dulu dibanding pemotongan yang terjadi karena pelaku pasar mempunyai sifat/karakter forward-looking.

Tapi sekarang terjadi divergensi, dimana US30Y naik > 5%, DXY justru turun. Ini mencerminkan risk premium yang meningkat atau bisa juga diartikan sebagai investor yang khawatir terhadap risiko fiskal, geopolitik, atau kredibilitas US (panah hitam).

Seperti yang kita tahu, RUU dari $3.8 trillion tax-and-spending package, The “One Big Beautiful Bill” baru saja lolos di DPR US. Sisi positifnya adalah ini merupakan suatu bentuk stimulus karena mempermanenkan pemotongan pajak era Trump 2017, termasuk tarif pajak penghasilan yang lebih rendah dan pemotongan pajak korporasi. Namun hal ini juga mempunyai sisi negatif, dimana Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan RUU ini akan menambah defisit sebesar $3.4 triliun hingga 2034. Jika semua ketentuan dibuat permanen tanpa offset, total biaya bisa mencapai $4.8 triliun.

Kemudian beberapa hari sebelum RUU tersebut lolos, Moody's menurunkan credit rating US dari Aaa menjadi Aa1. The “holy trinity” of ratings agencies - Moody’s, S&P and Fitch - akhirnya menempatkan rating kredit US di level AA+ atau Aa1, 1 level di bawah rating tertinggi. Dengan kompaknya 3 agensi ini menilai rating US di AA+, mengindikasikan sinyal kekwatiran mengenai US fiscal management dan political dysfunction. Proyeksi rasio utang/gdp yang terus naik dan defisit yang terus melebar menjadi alasan Moody's menurunkan rating US.

Selain itu suku bunga The Fed sudah flat di 4.33%, tidak naik lagi. Namun yield US30Y tetap tinggi artinya pasar memaksa risk premium untuk lebih tinggi dari Fed rate dan mengindikasikan sinyal bahwa pasar tidak sepenuhnya percaya The Fed bisa mengendalikan inflasi atau risiko pertumbuhan.

Dengan begitu lebih banyak tekanan untuk USD atau DXY akhir-akhir ini. Hal tersebut juga diperparah dengan adanya pergeseran outlook pasar mengenai US sehingga mereka berbondong-bondong mencari aset alternatif non-US lainnya yang likuid (misal EUR, walau dalam siklus pelonggaran, EUR malah tetap menguat).

Kemudian secara teknikal, DXY gagal bertahan di atas angka psikologis sekaligus support kuat 100 (kotak biru). Pergerakannya yang sudah dibawah EMA 50 dan 200 menandakan DXY sedang berada dalam fase downtrend. Jika DXY gagal rebound dan kembali ke atas 100, terbuka ruang koreksi lebih dalam menuju area 90 (kotak merah, fibo 161) dengan target minor di level 96 (fibo 123).

Beberapa potensi strategi yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan pelemahan USD secara struktural ini adalah
  • Short USD terhadap mata uang safe haven lain (CHF, JPY)
  • Short USD terhadap EUR jika risiko politik Eropa mereda
  • Long XAUUSD atau BTCUSD

Pernyataan Penyangkalan

Informasi dan publikasi tidak dimaksudkan untuk menjadi, dan bukan merupakan saran keuangan, investasi, perdagangan, atau rekomendasi lainnya yang diberikan atau didukung oleh TradingView. Baca selengkapnya di Persyaratan Penggunaan.