Ibu budi hendak membeli kebutuhan pokok di warung dekat rumah. Dia benar benar memperhitungkan apa yang akan dibeli dan memastikan hanya membeli apa yang penting saja.

Ini karena belakangan ini harga harga barang dan jasa rata-rata naik.Kenaikan ini disebut dengan inflasi.

Akibat inflasi, ibu budi jadi berbelanja lebih sedikit. Sekali lagi ini karena harga rata rata naik.

Ini baru satu ibu budi, masih banyak ibu-ibu lain, terutama di ekonomi menengah ke bawah yang berbelanja lebih sedikit akibat adanya inflasi.

Akibat menurunya daya belanja masyarakat, produsen barang dan jasa juga terpengaruh. Karena sedikit yang berbelanja, pendapatan jadi menurun. Pendapatan menurun, laba pun ikut turun.

Sekarang mari kita beralih ke pak Andi seorang fund manager atau manajer investasi.

Sebagai manajer investasi, pak Andi dan timnya mengelola dana ratusan miliar atau mungkin triliunan.

Melihat inflasi yang tinggi, seperti cerita di atas, Pak Andi dan timnya memproyeksikan bahwa perusahaan akan mengalami penurunan pendapatan maupun laba. Maka atas dasar ini, pak Andi memutuskan untuk menjual beberapa saham saham yang dia miliki.

Transaksi yang dilakukan pak Andi bukan lagi bernilai jutaan, tapi miliaran.

Saat pak Andi menjual sahamnya sebanyak miliaran atau puluhan miliar, ini tentu sangat mempengaruhi pergerakan harga.

Sekarang bayangkan jika ada manajer investasi lain yang berpikir seperti pak Andi. Apa yang terjadi? Tentu saja akan ada tekanan jual yang lebih kuat dari pemilik atau pengelola dana besar yang membuat indeks terkoreksi dalam.

Dari pak Andi kita beralih ke Toni. Toni adalah trader retail dengan dana mungkin masih puluhan atau ratusan juta.

Saat Toni melihat chart indeks, Toni yakin bahwa indeks akan mengalami koreksi karena harga yang turun menembus support. Guna mengamankan diri, Toni memutuskan menjual rugi.

Sekarang bayangkan ada ribuan trader seperti Toni yang melakukan jual rugi. Apa yang terjadi? Tekanan jual bertambah kuat lagi.

Dari sini terlihat bagaimana inflasi membuat indeks terkoreksi. Sebenarnya yang membuat indeks terkoreksi bukanlah inflasi. Tapi antisipasi dari inflasi yaitu penurunan pendapatan Dan laba perusahaan di masa depan akibat kenaikan harga. Kenaikan harga kemudian menurunkan daya beli masyarakat.

Inflasi Indonesia sendiri terakhir dilaporkan mencapai 4.35%. Atau dengan kata lain, harga secara rata-rata naik 4.35%.

Negara-negara lain dilaporkan juga mengalami inflasi namun hanya beberapa negara yang mengalami inflasi hingga dua digit seperti Turki yang mencapai 73.5% atau yang disebut hiperinflasi. Untuk memahami apa itu hiperinflasi, mari kita ke salah satu negara Afrika yang mengalami hiperinflasi bertahun-tahun yaitu Zimbabwe.

Hiperinflasi Zimbabwe

Pada tahun 1980 Zimbabwe memperoleh kemerdekaannya dan penguasa pertamanya adalah Robert Mugabe dimana kekuasaan ini dikatakan diraih dengan intimasi dan kekuatan militer.

Mugabe bisa dikatakan miss manage atau salah kelola dalam mengelola Zimbabwe dimana salah satu keputusannya yang paling kontroversial adalah menyita seluruh aset milik ras kulit putih untuk dibagikan kepada ras kulit hitam, atau warga asli Zimbabwe. Mugabe beralasan aset tersebut sebenarnya adalah aset dari warga kulit hitam yang diambil saat masa penjajahan.

Tindakan ini berdampak pada sanksi internasional dan yang paling parah, Ekonomi Zimbabwe melemah hampir 30%. Pelemahan ini terjadi karena orang orang kulit hitam yang mengelola aset dari orang kulit putih tidak mampu mengelola aset tersebut.

Akibat ketidakmampuan mengelola aset, alih mendapatkan uang dari aset tersebut, aset tersebut, aset tersebut malah dijual untuk mendapatkan uang. Maka secara garis besar, yang terjadi akibat ketidakmampuan pengelolaan aset adalah:
1.Produksi menurun.
2.Barang semakin sedikit
3.Harga mulai naik (karena barang sedikit)
4.Terjadi panic buying karena jumlah barang sedikit
5.Panic buying menyebabkan harga semakin naik
6.Pemerintah mengatasi dengan mencetak uang lebih banyak lagi

Beredarnya uang yang lebih banyak diiringi produksi yang menurun (barang yang lebih sedikit) inilah menyebabkan terjadi hiperinflasi mencapai 50% lebih.

Logikanya, barang semakin sedikit, uang semakin banyak, maka orang orang lebih rela membayar dengan harga mahal.`

Berikut adalah perbandingan inflasi Zimbabwe, Amerika dan Indonesia
cuplikan
Dari gambar diatas,inflasi terakhir Indonesia adalah 4.35%, Amerika 8.6% dan Zimbabwe 191.6%

Salah satu akibat dari hiperinflasi di Zimbabwe adalah banyaknya jumlah 0 dalam selembar mata uang Zimbabwe
cuplikan

Sebenarnya hiperinflasi tidak sederhana ini, masih banyak faktor lain yang patut diperhitungkan. Namun ini adalah penjelasan hiperinflasi secara sederhana.

Semoga tulisan ini sedikit mencerahkan tentang hiperinflasi serta inflasi dan dampaknya terhadap ekonomi, dan bursa saham.

Fundamental Analysis

test
Juga di:

Pernyataan Penyangkalan