Apakah pergerakan harga benar-benar bisa diprediksi melalui sebuah pola?
Random Walk Theory menyatakan bahwa pergerakan harga aset di pasar keuangan bersifat acak (random) dan tidak dapat diprediksi secara konsisten. Teori ini berasal dari dunia statistik dan diperkuat oleh para ekonom seperti Burton Malkiel, yang menyebutkan bahwa "Seekor monyet yang matanya ditutup lalu melempar anak panah ke halaman keuangan di koran bisa saja memilih portofolio yang hasilnya sama bagusnya dengan pilihan para ahli."
Jika pasar benar-benar random, maka setiap candle yang kita lihat hanyalah bagian dari chaos teratur, tidak ada pola, tidak ada arah pasti, hanya gerakan acak yang tampak seperti “berpola” karena otak manusia suka mencari bentuk di mana-mana.
Teori ini juga dibangun di atas fondasi probabilitas, khususnya Proses Markov, yang dikembangkan oleh Andrey Markov, seorang matematikawan Rusia diawal abad ke-20.
Proses Markov menyatakan bahwa "Pergerakan selanjutnya hanya bergantung pada kondisi saat ini, bukan pada jalur yang diambil untuk mencapainya."
Dengan kata lain yang lebih sederhana: pergerakan harga kemarin tidak memengaruhi arah hari ini. Grafik harga seperti melempar koin, tidak peduli apa lemparan terakhir, lemparan berikutnya tetap 50:50.
Lihat gambar naga yang melintang di balik grafik BTCUSD. Apakah benar ada naga di balik harga?
Tidak. Itu hanya overlay. Namun otak kita dengan cepat membentuk makna dari visual itu, seolah-olah grafik ini seperti bergerak di atas naga, membentuk ekor, punggung, dan kepala.
Inilah yang sering terjadi dalam analisa teknikal.
Analis teknikal melihat “head and shoulders”, “cup and handle”, atau pola lainnya, namun pengikut Random Walk Theory akan mengatakan:
“Itu semua cuma kebetulan. Tidak ada pola yang bisa diandalkan secara konsisten untuk prediksi masa depan.”
Pertarungan antara analis teknikal dan pendukung teori Random Walk masih menjadi perdebatan klasik di dunia trading.
Di satu sisi, para pendukung analisa teknikal meyakini bahwa harga membentuk pola karena perilaku pasar yang bersifat psikologis dan cenderung berulang. Mereka percaya bahwa dengan membaca pola seperti support-resistance, chart pattern, hingga candlestick, kita bisa memahami arah pergerakan harga.
Namun di sisi lain, pendukung Random Walk Theory berargumen bahwa setelah ratusan studi akademik dilakukan, tidak ada satu pun strategi teknikal yang mampu secara konsisten mengalahkan pasar dalam jangka panjang, apalagi setelah disesuaikan dengan risiko dan biaya transaksi.
Meski demikian, realitanya di lapangan banyak trader profesional tetap mengandalkan pattern recognition dan price action sebagai senjata utama.
Maka timbul pertanyaan: apakah kita harus percaya pada pola teknikal?
Jawaban bijaknya adalah: gunakan analisa teknikal, tetapi jangan memperlakukannya sebagai peta pasti.
Sadari bahwa sebagian besar pola yang kita lihat di grafik sering kali muncul karena otak manusia secara alami ingin menemukan keteraturan dalam kekacauan.
Tetaplah fleksibel dan adaptif, karena perilaku pasar bisa berubah dari rasional menjadi irasional dalam waktu sekejap seperti kibasan ekor naga yang tak terduga.
Hasil backtest pun bukanlah jaminan masa depan. Hanya karena suatu pola berhasil dimasa lalu, bukan berarti pola itu akan selalu berhasil dikemudian hari.
Oleh karena itu, menggabungkan berbagai pendekatan, mulai dari analisa teknikal, fundamental, hingga manajemen risiko yang ketat adalah langkah yang lebih realistis untuk bertahan di pasar yang liar ini.
“Apakah kamu melihat grafik ini akan bullish karena memang ada naga… atau karena kamu ingin melihat naga?”
Di balik setiap pola ada cerita. Tapi tak semua cerita adalah ramalan.
Kadang, itu hanya sebuah pola kepala naga yang dapat mengacaukan pandangan kita.
Random Walk Theory menyatakan bahwa pergerakan harga aset di pasar keuangan bersifat acak (random) dan tidak dapat diprediksi secara konsisten. Teori ini berasal dari dunia statistik dan diperkuat oleh para ekonom seperti Burton Malkiel, yang menyebutkan bahwa "Seekor monyet yang matanya ditutup lalu melempar anak panah ke halaman keuangan di koran bisa saja memilih portofolio yang hasilnya sama bagusnya dengan pilihan para ahli."
Jika pasar benar-benar random, maka setiap candle yang kita lihat hanyalah bagian dari chaos teratur, tidak ada pola, tidak ada arah pasti, hanya gerakan acak yang tampak seperti “berpola” karena otak manusia suka mencari bentuk di mana-mana.
Teori ini juga dibangun di atas fondasi probabilitas, khususnya Proses Markov, yang dikembangkan oleh Andrey Markov, seorang matematikawan Rusia diawal abad ke-20.
Proses Markov menyatakan bahwa "Pergerakan selanjutnya hanya bergantung pada kondisi saat ini, bukan pada jalur yang diambil untuk mencapainya."
Dengan kata lain yang lebih sederhana: pergerakan harga kemarin tidak memengaruhi arah hari ini. Grafik harga seperti melempar koin, tidak peduli apa lemparan terakhir, lemparan berikutnya tetap 50:50.
Lihat gambar naga yang melintang di balik grafik BTCUSD. Apakah benar ada naga di balik harga?
Tidak. Itu hanya overlay. Namun otak kita dengan cepat membentuk makna dari visual itu, seolah-olah grafik ini seperti bergerak di atas naga, membentuk ekor, punggung, dan kepala.
Inilah yang sering terjadi dalam analisa teknikal.
Analis teknikal melihat “head and shoulders”, “cup and handle”, atau pola lainnya, namun pengikut Random Walk Theory akan mengatakan:
“Itu semua cuma kebetulan. Tidak ada pola yang bisa diandalkan secara konsisten untuk prediksi masa depan.”
Pertarungan antara analis teknikal dan pendukung teori Random Walk masih menjadi perdebatan klasik di dunia trading.
Di satu sisi, para pendukung analisa teknikal meyakini bahwa harga membentuk pola karena perilaku pasar yang bersifat psikologis dan cenderung berulang. Mereka percaya bahwa dengan membaca pola seperti support-resistance, chart pattern, hingga candlestick, kita bisa memahami arah pergerakan harga.
Namun di sisi lain, pendukung Random Walk Theory berargumen bahwa setelah ratusan studi akademik dilakukan, tidak ada satu pun strategi teknikal yang mampu secara konsisten mengalahkan pasar dalam jangka panjang, apalagi setelah disesuaikan dengan risiko dan biaya transaksi.
Meski demikian, realitanya di lapangan banyak trader profesional tetap mengandalkan pattern recognition dan price action sebagai senjata utama.
Maka timbul pertanyaan: apakah kita harus percaya pada pola teknikal?
Jawaban bijaknya adalah: gunakan analisa teknikal, tetapi jangan memperlakukannya sebagai peta pasti.
Sadari bahwa sebagian besar pola yang kita lihat di grafik sering kali muncul karena otak manusia secara alami ingin menemukan keteraturan dalam kekacauan.
Tetaplah fleksibel dan adaptif, karena perilaku pasar bisa berubah dari rasional menjadi irasional dalam waktu sekejap seperti kibasan ekor naga yang tak terduga.
Hasil backtest pun bukanlah jaminan masa depan. Hanya karena suatu pola berhasil dimasa lalu, bukan berarti pola itu akan selalu berhasil dikemudian hari.
Oleh karena itu, menggabungkan berbagai pendekatan, mulai dari analisa teknikal, fundamental, hingga manajemen risiko yang ketat adalah langkah yang lebih realistis untuk bertahan di pasar yang liar ini.
“Apakah kamu melihat grafik ini akan bullish karena memang ada naga… atau karena kamu ingin melihat naga?”
Di balik setiap pola ada cerita. Tapi tak semua cerita adalah ramalan.
Kadang, itu hanya sebuah pola kepala naga yang dapat mengacaukan pandangan kita.
Pernyataan Penyangkalan
Informasi dan publikasi tidak dimaksudkan untuk menjadi, dan bukan merupakan saran keuangan, investasi, perdagangan, atau rekomendasi lainnya yang diberikan atau didukung oleh TradingView. Baca selengkapnya di Persyaratan Penggunaan.
Pernyataan Penyangkalan
Informasi dan publikasi tidak dimaksudkan untuk menjadi, dan bukan merupakan saran keuangan, investasi, perdagangan, atau rekomendasi lainnya yang diberikan atau didukung oleh TradingView. Baca selengkapnya di Persyaratan Penggunaan.